Di tengah kegelapan yang pekat, di saat tirai kezaliman menaungi Jazirah Arabia, langit tak pernah sedetik pun alpa menanti. Ribuan tahun telah berlalu sejak janji Ilahi diukir, dan pada akhirnya, di sepertiga malam yang sunyi, di kota suci Mekkah, lahirlah sebuah Fajar Abadi.
Inilah Maulid Nabi, bukan sekadar peringatan tahunan, melainkan sebuah ode kosmik yang merayakan kedatangan jiwa termulia yang pernah menjejakkan kaki di bumi—Nabi Muhammad صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
I. Purnama yang Membelah Malam Kegelapan
Kelahiran beliau adalah peristiwa yang melampaui batas waktu. Ia adalah tangisan bayi yang menghapus kebisuan dunia. Ketika beliau hadir, segala yang palsu seolah runtuh: api Majusi yang menyala ribuan tahun tiba-tiba padam, istana Raja Persia bergetar, dan bumi tersenyum menyambut utusan Rahmat.
Bayangkanlah saat itu, wahai jiwa yang haus cahaya,
Beliau lahir sebagai Yatim: Sebuah pengajaran pertama bahwa kemuliaan sejati tak bergantung pada harta atau garis keturunan dunia, melainkan pada kebesaran jiwa.
Beliau membawa Hidayah: Bukan dengan pedang yang menebas, melainkan dengan akhlak yang menawan, dengan kata-kata yang menenangkan, dan dengan kasih sayang yang merengkuh bahkan musuh terberatnya.
Kisah Maulid adalah kisah tentang pencarian makna. Ketika manusia tersesat dalam penyembahan berhala, dalam strata sosial yang membelenggu, dan dalam nafsu yang merusak, Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ mengutus Al-Amin (Yang Terpercaya) sebagai kompas untuk kembali ke jalan fitrah.
II. Pengorbanan dan Cinta: Warisan yang Menggetarkan
Kita merayakan Maulid bukan dengan pesta hura-hura, melainkan dengan merenungi kedalaman cinta dan pengorbanan beliau. Seluruh hidup beliau adalah persembahan yang suci:
Lisan yang Basah oleh Doa: Beliau berdoa untuk umatnya hingga nafas terakhir. Cinta beliau kepada kita melampaui batas waktu dan dimensi.
Kaki yang Bengkak karena Shalat Malam: Beliau, sang kekasih Allah, tidak pernah berhenti berdiri dalam munajat, mengajarkan kita bahwa kedekatan sejati dicapai melalui kerendahan hati dan ketekunan beribadah.
Air Mata yang Mengalir untuk Kemanusiaan: Beliau berdukacita atas penderitaan orang lain dan senantiasa berusaha menuntun setiap jiwa menuju kebahagiaan abadi.
Maka, di hari ini, tanyakanlah pada hati kita: Sudahkah kita mencintai beliau dengan ittiba’ (mengikuti sunnah)? Apakah kita hanya melantunkan pujian di lisan, sementara akhlak kita jauh dari ajaran yang beliau bawa?
Cinta sejati kepada Nabi صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ adalah mengubah batin menjadi cerminan akhlak beliau: jujur dalam perkataan, lembut dalam tindakan, pemaaf, dan adil.
III. Panggilan Rindu di Era Bising
Di zaman yang penuh kebisingan digital dan kekacauan ideologi, peringatan Maulid menjadi oase kedamaian. Kita diajak untuk sejenak melepaskan hiruk-pikuk dunia dan kembali ke sumber cinta yang paling murni.
Menebar Kasih Sayang: Meneladani beliau yang selalu berbuat baik kepada tetangga, fakir miskin, bahkan kepada hewan dan tumbuhan.
Mendalami Sunnah: Karena di dalam sunnah, terletak peta jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Semoga di hari kelahiran Sang Cahaya ini, hati kita diterangi oleh Nur Kenabian, sehingga kita mampu menapaki jalan kebenaran dengan penuh keridhaan.
صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tidak ada komentar :
Posting Komentar